Selain wisata alam dan wisata kulinernya, Yogyakarta juga terkenal dengan tempat-tempat untuk wisata religi salah satunya adalah ziarah makam. Jogja bisa juga disebut gudangnya para ulama. Oleh karena itu, kali ini akan kita ulas tentang 3 Tempat ziarah di Jogja yang paling populer. Kira-kira kamu pernah berkunjung ke salah satunya atau belum ya? Simak artikel ini sampai habis ya! Jangan lupa juga untuk baca “Pesona Air Terjun Lepo“.
Makam Imogiri
Berada di Pajimatan, Karang Kulon, Wukirsari, Kec. Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Maps). Sekitar 16 Km dari keraton Yogyakarta. Makam yang satu ini sangat populer, karena terdiri dari makam-makam raja mataram. Kerajaan mataram terkenal dengan penganut Islam pada masa berjaya nya. Yang unik dari makam ini ialah tak pernah sepi pengunjung terlebih saat akhir pekan.
Daya tarik makam ini adalah pada desainya yang memadukan antara kebudayaan Islam dan Hindu. Untuk menjangkau makam ini, kamu harus melewati 410 anak tangga. Jangan lupa, saat berkunjung kesini untuk berpakaian sopan dan selalu menjaga perilaku.
Baca Juga “Menanti Senja di Bukit Parang Endog“
Imogiri berasal dari kata hima dan giri. Hima berarti kabut dan giri berarti gunung, sehingga Imogiri bisa diartikan sebagai gunung yang diselimuti kabut.
Pemilihan bukit sebagai lokasi makam tidak dapat dilepaskan dari konsep masyarakat Jawa pra Hindu yang memandang bukit, atau tempat yang tinggi, sebagai suatu tempat yang sakral dan menjadi tempat bersemayamnya roh nenek moyang. Selain itu, pemilihan lokasi di tempat yang tinggi pun merupakan salah satu bentuk kepercayaan masyarakat Hindu yang menganggap semakin tinggi tempat pemakaman, maka semakin tinggi pula derajat kemuliaannya.
Baca Juga “Tirta Budi, Blue Lagoon ala Jogja“
Pasarean Imogiri dibangun pada tahun 1632, pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645). Pembangunan kompleks makam dipimpin oleh Kiai Tumenggung Citrokusumo, arsitekturnya merupakan perpaduan antara Hindu dan Islam. Bata merah yang mendominasi area makam bagian atas merupakan ciri utama arsitektur Islam Jawa atau arsitektur Islam Hindu pada abad ke-17.
Baca Juga “Alamanda Jogja Flower Garden“
Makam Syeikh Maulana Magribi
Makam Syeikh Magribi termasuk salah satu tempat ziara di jogja yang populer. Beliau diidentikkan dengan Syekh Maulana Muhammad al-Maghribi, salah seorang anggata Wali Songo periode pertama. Beliau berasal dari Maghrib (Maroko), datang ke pulau Jawa pada tahun 808 H atau 1404.
Dalam beberapa daerah di Jawa muncullah hikayat atau cerita yang berkembang menjadi semacam mitos-mitos atau sebagainya yang dikaitkan dengan jati diri dan riwayat hidup Syekh Maulana Maghribi. Mengenai kapan Syekh Maulana Maghribi telah wafat dan dimakankan dimana tidak diketahui dengan jelas. Hanya disebagian masyarakat Jawa mengklaim bahwa di daerah mereka masing-masing Syekh Maulana Maghribi telah wafat dan disemayamkan jasadnya dengan diperkuat oleh cerita semacam hikayat dan nama-nama yang mirip dengan Maghribi.
Tidak heran bila sekarang banyak dijumpai makam Syekh Maulana Maghribi dibeberapa daerah, misalnya, di Gresik Jawa Timur, Banten Jawa Barat, Kompleks Makam di Masjid Demak, Jatinom di Klaten Jawa Tengah, bahkan terakhir di Parangtritis Bantul Yogyakarta.
Baca Juga “Agrowisata Bhumi Merapi“
Makam Syekh Maulana Maghribi. Berlokasi sekitar 1 km ke arah tenggara dari makam Syekh Bela Belu. Makam beliau persis di pinggir jalan menuju Pantai Parangtritis, sehingga sangat mudah ditemukan. Lokasi makam berada sekitar 200 m di atas bukit. Namun jangan khawatir, banyak pemandangan yang bagus untuk berfoto sehingga tidak akan terasa lelah.
Umumnya orang percaya bahwa Syekh Maulana Maghribi dan Syekh Maulana Ishak adalah anak dari Syekh Jumadil Qubro yang berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah, dan masih merupakan keturunan Nabi Muhammad saw. Daerah Leran di Gresik adalah tempat dimana sang wali tinggal ketika pertama kali datang ke Jawa. Tengaranya berupa Masjid Malik Ibrahim di Pesucinan, Leran.
Baca Juga “Obelisk Hill, Wisata Kekinian dengan view Keren“
Makam Dongkelan
Keraton Yogyakarta membuat lima patok negara, yakni di Dongkelan, Babadan, Mlangi, Plosokuning, dan Wonokromo. Di setiap patok tersebut, terdapat penghulu yang ditugaskan membimbing masyarakat di sana.
Dongkelan merupakan Patok Selatan Keraton Yogyakarta dengan Mbah Kiai Syihabuddin sebagai penghulu pertamanya. Ia ditunjuk oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di wilayah tersebut.
Selain Mbah Kiai Syihabuddin, Kiai Munawir, KH. Ali Maksum, Gus Kelik, KH Najib, KH Atabik, Kiai Warson juga dimakamkan di sini. Menurut cerita juru kunci, Kiai Munawir dimakamkan di tempat tersebut karena ingin mengikuti Mbah Kiai Syihabuddin.
Baca Juga “Pantai Mesra, Miami nya Jogja“
Kiai Munawwir meninggal pada tahun 1942 setelah mengalami sakit yang cukup parah beberapa hari.